1.
Landasan Pemikiran Pembelajaran
Matematika Realistik Indonesia
Jenning dan Dunne (dalam Suharta, 2004:1), mengatakan bahwa
kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam
situasi kehidupan real. Menurut sejarahnya RME merupakan suatu pendekatan
pembelajaran matematika yang dikembangkan di Belanda sekitar 30 tahun lalu oleh
Freudenthal Institute (Streefland, 1991; Gravemeijer, 1994) Di Indonesia, RME
disebut Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). PMRI adalah adaptasi dari RME
dalam Konteks Indonesia: Budaya, Alam, Sistem Sosial, dll. PMRI mengembangkan
suatu teori pembelajaran matematika yang santun, terbuka dan komunikatif.
Pendekatan ini dipandang sebagai pendekatan yang banyak memberikan harapan bagi
dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan real. Guru dalam
pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh
siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi
sendiri ide-ide matematika. Menurut Van de Henvel- Panhuizen (dalam Suharta,
2004:1), bila anak belajar matematika terpisah dari pengalaman mereka
sehari-hari maka anak akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan
matematika.
2.
Tujuaan Pembelajaran Matematika Realistic
Mengaitkan pembelajaran matematika yang abstrak dengan
dikehidupan nyata agar matematika mudah dipahami.Ruseffendi (1979) menyarankan
agar dalam menerangkan pengerjaan hitung sedapat mungkin supaya dimulai dengan
menggunakan benda-benda real, gambarnya atau diagramnya yang ada kaitannya
dengan kehidupan nyata sehari-hari. Kemudian dilanjutkan ke tahap kedua yaitu
berupa modelnya dan akhirnya ke tahap simbol. Agar pembelajaran mudah diterima
siswa.
3.
Langkah-langkah Pembelajaran Matematika
Realistic
Fauzi (2002:) mengemukakan langkah-langkah di dalam proses
pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR, sebagai berikut:
1) Memahami masalah kontekstual, yaitu
guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta
siswa untuk memahami masalah tersebut.
2) Menjelaskan masalah kontekstual,
yaitu jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru
menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan
petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-bagian
tertentu dari permasalahan yang belum dipahami.
3) Menyelesaikan masalah kontekstual,
yaitu siswa secara individual menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara
mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih diutamakan.
Dengan menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan soal. Guru memotivasi siswa
untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri.
4) Membandingkan dan mendiskusikan
jawaban, yaitu guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk
membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah secara berkelompok. Siswa
dilatih untuk mengeluarkan ide-ide yang mereka miliki dalam kaitannya dengan
interaksi siswa dalam proses belajar untuk mengoptimalkan pembelajaran.
5) Menyimpulkan, yaitu guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk menarik kesimpulan tentang suatu konsep atau
prosedur.
4.
Kelebihan Pembelajaran Matematika Realistik
Menurut Suwarsono (2001:5) terdapat beberapa kekuatan atau
kelebihan dari pembelajaran matematika realistik, yaitu:
a. Pembelajaran matematika realistik
memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan matematika
dengan kehidupan sehari- hari dan kegunaan pada umumnya bagi manusia.
b. Pembelajaran matematika realistik
memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa matematika adalah suatu
bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya
oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.
c. Pembelajaran matematika realistik
memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa cara penyelesaian suatu
soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara yang satu
dengan orang yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan cara
sendiri, asalkan orang itu sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah
tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan
cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat,
sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian masalah tersebut.
d. Pembelajaran matematika realistik
memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa dalam mempelajari
matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan orang harus menjalani
proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan
bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk
menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan
tercapai.
5.
Kesulitan dalam Implementasi
Pembelajaran Matematika Realistik
Adanya persyaratan-persyaratan tertentu agar kelebihan PMR
dapat muncul justru menimbulkan kesulitan tersendiri dalam menerapkannya.
Kesulitan-kesulitan tersebut, yaitu:
a.
Tidak
mudah untuk merubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal, misalnya
mengenai siswa, guru dan peranan soal atau masalah kontekstual, sedang
perubahan itu merupakan syarat untuk dapat diterapkannya PMR.
b.
Pencarian
soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut dalam
pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok bahasan
matematika yang dipelajari siswa, terlebih- lebih karena soal-soal tersebut
harus bisa diselesaikan dengan bermacam- macam cara.
c.
Tidak
mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara dalam
menyelesaikan soal atau memecahkan masalah.
d.
Tidak
mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat melakukan
penemuan kembali konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika yang dipelajari.
6.
Kesimpulan
Ø Pembelajaran model PMRI akan merubah
dari guru yang aktif menjelaskan konsep atau prosedur penyelesaian masalah
menjadi guruyang memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan sendiri
caranya menyelesaikan suatu masalah.
Ø Pembelajaran bukan lagi berorientasi
pada guru, tetapi pada siswa.
Ø Guru sudah berusaha memulai
pembelajaran dengan memberikan pada siswa masalah yang kontekstual.
Ø Guru sudah meminta dan mendorong
siswa berani menjelaskan idenya.
Ø Guru tidak lagi menganjurkan siswa
menggunakan strategi tertentu tetapi memotivasi mereka mencari dan menggunakan
strategi sendirib. Saran Perlu persiapan yang matang pada penggunaan metode
inikarena dibutuhkan waktu yang tidak sedikit, materi yangditentukan dan
kesiapan siswa.
referensi bukunya donk?
BalasHapus