Rabu, 19 Desember 2012

MODELPEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA ( PMRI )





1.             Landasan Pemikiran Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia
Jenning dan Dunne (dalam Suharta, 2004:1), mengatakan bahwa kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan real. Menurut sejarahnya RME merupakan suatu pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan di Belanda sekitar 30 tahun lalu oleh Freudenthal Institute (Streefland, 1991; Gravemeijer, 1994) Di Indonesia, RME disebut Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). PMRI adalah adaptasi dari RME dalam Konteks Indonesia: Budaya, Alam, Sistem Sosial, dll. PMRI mengembangkan suatu teori pembelajaran matematika yang santun, terbuka dan komunikatif. Pendekatan ini dipandang sebagai pendekatan yang banyak memberikan harapan bagi dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan real. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika. Menurut Van de Henvel- Panhuizen (dalam Suharta, 2004:1), bila anak belajar matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari maka anak akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika.

2.             Tujuaan Pembelajaran Matematika Realistic
Mengaitkan pembelajaran matematika yang abstrak dengan dikehidupan nyata agar matematika mudah dipahami.Ruseffendi (1979) menyarankan agar dalam menerangkan pengerjaan hitung sedapat mungkin supaya dimulai dengan menggunakan benda-benda real, gambarnya atau diagramnya yang ada kaitannya dengan kehidupan nyata sehari-hari. Kemudian dilanjutkan ke tahap kedua yaitu berupa modelnya dan akhirnya ke tahap simbol. Agar pembelajaran mudah diterima siswa.

3.             Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistic
Fauzi (2002:) mengemukakan langkah-langkah di dalam proses pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR, sebagai berikut:
1)      Memahami masalah kontekstual, yaitu guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut.
2)      Menjelaskan masalah kontekstual, yaitu jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami.
3)      Menyelesaikan masalah kontekstual, yaitu siswa secara individual menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih diutamakan. Dengan menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan soal. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri.
4)      Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, yaitu guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah secara berkelompok. Siswa dilatih untuk mengeluarkan ide-ide yang mereka miliki dalam kaitannya dengan interaksi siswa dalam proses belajar untuk mengoptimalkan pembelajaran.
5)      Menyimpulkan, yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur.

4.             Kelebihan Pembelajaran Matematika Realistik
Menurut Suwarsono (2001:5) terdapat beberapa kekuatan atau kelebihan dari pembelajaran matematika realistik, yaitu:
a.       Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari- hari dan kegunaan pada umumnya bagi manusia.
b.      Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.
c.       Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara yang satu dengan orang yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian masalah tersebut.
d.      Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan tercapai.

5.             Kesulitan dalam Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik
Adanya persyaratan-persyaratan tertentu agar kelebihan PMR dapat muncul justru menimbulkan kesulitan tersendiri dalam menerapkannya. Kesulitan-kesulitan tersebut, yaitu:
a.         Tidak mudah untuk merubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal, misalnya mengenai siswa, guru dan peranan soal atau masalah kontekstual, sedang perubahan itu merupakan syarat untuk dapat diterapkannya PMR.
b.         Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut dalam pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok bahasan matematika yang dipelajari siswa, terlebih- lebih karena soal-soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermacam- macam cara.
c.         Tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara dalam menyelesaikan soal atau memecahkan masalah.
d.        Tidak mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat melakukan penemuan kembali konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika yang dipelajari.

6.             Kesimpulan
Ø  Pembelajaran model PMRI akan merubah dari guru yang aktif menjelaskan konsep atau prosedur penyelesaian masalah menjadi guruyang memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan sendiri caranya menyelesaikan suatu masalah.
Ø  Pembelajaran bukan lagi berorientasi pada guru, tetapi pada siswa.
Ø  Guru sudah berusaha memulai pembelajaran dengan memberikan pada siswa masalah yang kontekstual.
Ø  Guru sudah meminta dan mendorong siswa berani menjelaskan idenya.
Ø  Guru tidak lagi menganjurkan siswa menggunakan strategi tertentu tetapi memotivasi mereka mencari dan menggunakan strategi sendirib. Saran Perlu persiapan yang matang pada penggunaan metode inikarena dibutuhkan waktu yang tidak sedikit, materi yangditentukan dan kesiapan siswa.

1 komentar: